-->

Halo !!! Saya Kang Ismet, ini adalah blog tentang AMP HTML dan cara penerapannya

LAPORAN PRAKTIKUM MIKROBIOLOGI-DESINFEKSI DAN DESINFEKTAN

LAPORAN PRAKTIKUM MIKROBIOLOGI I
DESINFEKSI DAN DESINFEKTAN













OLEH
NAMA              :  ISNAINI FAUZIYAH
NIM                   :  08041181320022
KELOMPOK   :  V (LIMA)
ASISTEN          :  LIA YULISTIA








LABORATORIUM MIKROBIOLOGI
JURUSAN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
INDERALAYA
2014
LEMBAR HASIL KERJA
PRAKTIKUM MIKROBIOLOGI
Judul Praktikum
: Desinfeksi dan Desinfektan
Nim / NIM     
Asisten
: Isnaini F. / 08041181320022
: Lia Yulistia
Kelompok
Tanggal
: V (LIMA)
: 22 Oktober 2014

I. TUJUAN PRAKTIKUM
Tujuan praktikum ini adalah :
Untuk melihat pengaruh berbagai macam desinfektan terhadap suatu pertumbuhan mikroba

II. LANDASAN TEORI
Berbagai keperluan tentunya kita telah mengenal, bahkan mungkin menggunakan beberapa produk keperluan rumah tangga, laboratorium, atau rumah sakit yang bernama desinfektan. Desinfektan didefinisikan sebagai bahan kimia atau pengaruh fisika yang digunakan untuk mencegah terjadinya infeksi atau pencemaran jasad renik seperti bakteri dan virus, juga untuk membunuh atau menurunkan jumlah mikroorganisme atau kuman penyakit lainnya. Antiseptik adalah bahan kimia yang dapat menghambat atau membunuh pertumbuhan jasad renik seperti bakteri, jamur dan pada jaringan hidup lainnya (Dwidjoseputro, 1985).
Desinfeksi merupakan proses penting dalam pengendalian penyakit, karena tujuannya adalah perusakan agen-agen pathogen. Berbagai istilah digunakan sehubungan dengan agen-agen kimia yang sesuai dengan kerjanya atau organisme khas yang terkena dampak dari adanya desinfektan. Istilah-istilah ini meliputi desinfektan, antiseptic, agen bakteriostatis, abkterisida, germisida, sporisida, virisida, fungisida, dan pleservative (pengawet). Mekanisme kerja desinfektan mungkin beraneka dari satu desinfektan ke yang lainnya (Volk, 1993).
Antiseptik dan desinfektan pada dasarnya ada persamaan bahan kimia yang digunakan, tetapi tidak semua bahan desinfektan adalah bahan antiseptik karena adanya batasan dalam penggunaan antiseptik. Antiseptik tersebut harus memiliki sifat tidak merusak jaringan tubuh atau tidak bersifat keras. Terkadang penambahan bahan desinfektan juga dijadikan sebagai salah satu cara dalam proses sterilisasi, yaitu proses pembebasan kuman. Tetapi pada kenyataannya tidak semua bahan desinfektan dapat berfungsi sebagai bahan dalam proses sterilisasi (Jawetz, 2005).
Bahan kimia tertentu merupakan zat aktif dalam proses desinfeksi dan sangat menentukan efektifitas dan fungsi serta target mikroorganisme yang akan dimatikan. Dalam proses desinfeksi yang sebenarnya dikenal dua cara, cara fisik (pemanasan) dan cara kimia (penambahan bahan kimia). Dalam tulisan ini hanya difokuskan kepada cara kimia, khususnya bahan kimia yang biasa digunakan serta aplikasinya. Banyak bahan kimia yang berfungsi sebagai desinfektan, tetapi umumnya dikelompokkan kedalam suatu golongan aldehid atau golongan peredduksi, yaitu bahan kimia yang mengandung gugus COH (Pratiwi, 2008).
Satu desinfektan yang ideal seharusnya mempunyai sifat-sifat sebagai berikut : mempunyai efektifitas yang tinggi terhadap sejumlah besar jenis mikroorganisme dalam kosentrasi sedemikian rendah sehingga ekonomis dalam pemakainya dan toksis untuk hewan atau untuk tumbuhan. Tidak merusak dan untuk mewarnai bahan-bahan seperti pakaian, alat rumah tangga atau bahan-bahan yang terbuuat dari logam, bau dan rasa tidak menyengat. Tidak hilang kereaktifan oleh bahan-bahan dari luar                         (Irianto, 2006).
Suatu desinfektan dalam aplikasinya sering dinyatakan bernilai  kuat, lemah, atau sedang. Penilaian ini sering diinyatakan sebagai atas dasar pengertian yang berbeda diantara para pemakai, ada yang menilai suatu desinfektan kuat karena baunya, ada pula yang mendasarkan karena nyeri jika diletakkan diatas luka, atau kerjanya korosif attau sebagainya. Jarang sekali orang awam menghubungkannya dengan sifat mikrobiosida atau toksisitas bagi menusia atau hewan. Sebenarnya nilai suatu zat yang digunakan sebagai desinfektan trrgantung pada sejumlah faktor yang boleh dikatakan tidak ada satu pun desinfektan dapat memenuh seluruhnya (Suriawiria, 1986).
Desinfektan dapat membunuh mikroorganisme pathogen pada benda mati. Desinfektan dibedakan menurut kemampuannya membunuh beberapa kelompok mikroorganisme, desinfektan tingkat tinggi yang dapat membunuh virus seperti virus influenza dan herpes, tetapi tidak dapat membunuh virus polio, hepatitis B atau M.tubercolosis. ubtuk mendesinfeksi permukaan dapat dipakai salah satu dari tiga.
desinfektan seperti iodophor, derivate fenol atau sodium hipokrit  (Fardiaz, 1992).
Proses desinfeksi terdiri dari dua cara yang kita kenal, cara fisik (pemanasan) dan cara kimia (penambahan bahan kimia). Dalam tulisan ini hanya difokuskan kepada cara kimia, khususnya jenis-jenis bahan kimia yang digunakan serta aplikasinya. Banyak bahan kimia yang dapat berfungsi sebagai desinfektan, tetapi umumnya dikelompokkan ke dalam beberapa golongan. Daya aksi berada dalam kisaran jam, tetapi untuk kasus formaldehid daya aksi akan semakin jelas dan kuat bila pelarut air diganti dengan alkohol. Formaldehid pada konsentrasi di bawah 1,5% tidak dapat membunuh ragi dan jamur, dan memiliki ambang batas konsentrasi kerja pada 0,5 mL/m3 atau 0,5 mg/L serta bersifat karsinogenik (dapat menyebabkan kanker). Larutan formaldehid dengan konsentrasi 37% umum disebut formalin dan biasa digunakan utuk pengawetan mayat (Anonim, 2014).
Desinfektan sering kita temui dalam bentuk-bentuk larutan,  desinfektan ini tetap efektif walaupun kurang efektif bagi kain atau bahan plastic. Derivate fenol dilarutkan dengan perbandingan satu berbanding tiga puluh dua dan larutan tersebut tetap stabil untuk waktu enam puluh hari, keuntungannya adalah ‘efek tinggal’ dan kurang menyebabkan perubahan warna pada instrument atau permukaan keras, sodium hipoklorit yang merupakan bahan pemutih pakaian, ia memiliki harganya murah dan sangat efektif  dalam membasmi bakteri (Irianto, 2006).
Desinfektan umumnya membunuh seluruh mikroorganisme dan utamanya  dapat membunuh mikroorganisme pathogen pada benda mati maupun benda hidup. Desinfektan menurut kemampuannya  dalam membunuh beberapa kelompok mikroorganisme, dibedakan menjadi desinfektan tingkat tinggi yang dapat membunuh  jenis-jenis virus tertentu  untuk mendesinfeksi permukaan dapat dipakai salah satu dari tiga desinfektan seperti iodophor, derivate fenol atau sodium hipokrit  (Fardiaz, 1992).
Suatu desinfektan idealnya seharusnya memiliki sifat-sifat berikut, antara lain memiliki efektivitas tinggi terhadap tiap jenis mikroorganisme dalam konsentrasi demikian rendah sehingga lebih ekonomis dan toksis untuk pakaian atau alat terbuat dari logam. Selain itu desinfektan tersebut haruslah tidak memiliki bau yang menyengat serta hilang kereaktifan jika terpapar bahan dari luar. Selain itu desinfektan berbentuk cair yang apabila disemprotkan akan menguap diharapkan memiliki daya mematikan bagi yang dituju dan tidak merugikan kesehatan si pemakainya (Irianto, 2006).
III. CARA KERJA
1.      Pengaruh daya desinfeksi zat-zat kimia terhadap bakteri
 Disiapkan suspensi bakteri dengan metode pour plate, masing-masing Staphylococcus aureus dan Escherichia coli. Kemudian tambahkan medium NA, setelah itu dipadatkan, didinginkan dan ditambahkan paper dish secara aseptik yang telah dicelupkan pada zat kimia yaitu betadine, alkohol 70%, deterjen, dan wipol. Diinkubasi selama 1 hari dan diamati ukuran zona bening.

2.      Pengujian daya antibiotik
 Disiapkan suspensi bakteri dengan metode pour plate, masing-masing Staphylococcus aureus dan Escherichia coli. Kemudian tambahkan medium NA, setelah itu dipadatkan, didinginkan dan ditambahkan paper dish secara aseptik yang telah dicelupkan pada zat antibiotik. Diinkubasi selama 1 hari dan diamati ukuran zona bening.

















IV. HASIL PENGAMATAN
4.1  Pengaruh Desinfektan
   Desinfektan
 
Pertumbuhan
E. coli
S. aureus
Detergent
0.09
2,09
Alkohol 70%
-
-
Iodine (Betadine)
0,69
1,29
Wipol
-
1,59

Deskripsi Gambar
 









                             E. coli                                                           S. Aureus

Keterangan:
1.      Media NA
2.      Paperdisk (Alkohol)
3.      Paperdisk (Betadine)
4.      Paperdisk (Deterjen)
5.      Paperdisk (Wipol)
6.      Zona Bening (Betadine)

4.2 Pengaruh Anti Biotik
E.coli
No
Konsentrasi (%)
Diameter zona hambat (cm)
Keterangan
Amoxilin
Ampicilin
1
0
-
-
Kontrol
2
0,5%
-
-
Tidak efektif
3
1%
-
-
Tidak efektif
4
1,5%
0,69
0,29
Efektif
5
2%
0,74
0,44
Sangat efektif

S.aureus
No
Konsentrasi (%)
Diameter zona hambat (cm)
Keterangan
Amoxilin
Ampicilin
1
0
0
0
Kontrol
2
0,5%
1,24
0,57
Efektif
3
1%
3,28
0,47
Efektif 
4
1,5%
2,94
0,507
Efektif
5
2%
4,24
0,32
Sangat efektif














Deskripsi Gambar
1.      Amoxilin
 














                        E. coli                                                              S.aureus

2.      Amphialin

 














                        E. coli                                                              S.aureus


Keterangan:
  1. Koloni
  2. Zona bening
  3. Media
  4. Paper disk
  5. Kontrol


V. PEMBAHASAN
Berdasarkan praktikum tentang desinfektan dan desinfeksi yang telah dilakukan dimana diujikan berbagai jenis desinfektan dan antibiotik yang terdiri atas alkohol, detergen, wipol dan betadin, serta amphialin dan amoxilin berbagai konsentrasi sebagai antibiotiknya. Yangmana setelah itu akan diamati ada tidaknya pengaruh terhadap pertumbuhan dan pertahanan bakteri dalam medium agar. Menurut                                Dwidjoseputro (1994) bahwa pada umumnya bakteri yang muda itu kurang daya tahannya terhadap desinfektan daripada bakteri yang tua. Pekat encernya konsentrasi lamanya berada dibawah pengaruh desinfektan. Faktor-faktor yang dapat dipertimbangkan pula. Kenaikan temperatur akan menambah daya desinfektan, selanjutnya medium juga dapat menawar daya desinfektan.
Umumnya ada persamaan jenis bahan kimia yang digunakan sebagai antiseptik dan desinfektan, tetapi tidak semua bahan desinfektan adalah bahan antiseptik karena adanya batasan dalam penggunaan antiseptik. Hal ini diperkuat oleh Jawetz (2005) bahwa antiseptik tersebut harus memiliki sifat yang tidak merusak jaringan tubuh atau tidak bersifat keras dan harus bersifat spesifik terhapa bagian tubuh yang membutuhkannya. Terkadang penambahan bahan desinfektan juga dijadikan sebagai salah satu cara dalam proses sterilisasi atau proses pembebasan alat atau bahan dari mikroba, tetapi pada kenyataannya tidak semua bahan desinfektan dapat berfungsi sebagai bahan dalam proses sterilisasi.
Alkohol sering digunakan sebagai zat kimia yang efektif dalam membasmi mikroba terkecuali pada jenis mikroba yang memiliki spora sehingga ia dapat bertahan dan dapat digunakan untuk sterilisasi dan desinfeksi. Beberapa bahan dalam suatu desinfektan yang biasa  dipergunakan terdiri dari alkohol, yodium, deterjen, dan betadine. Menurut Waluyo (2004) yang  menyatakan  bahwa alkohol mendenaturasi protein dengan jalan dehidrasi dan juga sebagai pelarut lemakyang dapat mendegradasi bagian lemak pada membrane sel sehingga mengalami kerusakan dan enzim akan dimatikan oleh alkohol.
Desinfektan golongan alkohol umumnya tidak berfungsi efektif terhadap bakteri berspora serta kurang berfungsi efektif bagi virus non-lipid. Hal ini juga diperkuat oleh Anonim (2014) yang menyatakan bahwa penggunaan bahan kimia berupa alkohol pada proses desinfeksi hanya berfungsi untuk bagian permukaan yang kecil, tangan, dan kulit. Adapun keunggulan golongan alkohol karena memiliki sifat yang stabil, tidak merusak material penting, dan  dapat dibiodegradasi.
Bakteri pada larutan hipertonis tidak dapat hidup karena selnya mengalami plasmolisa dan pada larutan hipotonis bakteri juga tidak dapat hidup karena selnya mengalami lisis. Menurut Irianto (2006) yang menyatakan bahwa, bakteri idealnya hidup pada kondisi larutan isotonis. Apabila ia berada dalam larutan hipertonis maka cairan-cairan dalam sel bakteri akan terdesak keluar dan pecah sehingga terjadi plasmolisis.
Spora pada umumnya lebih tahan daripada bentuk vegetatif dan hanya beberapa desinfektan yang berfungsi sebagai halogen, formalin, dan etilen oksida yang efektif terhadap spora. Menurut Anonim (2014), yang menyatakan bahwa beberapa komponen kimia pada konsentrasi rendah tidak dapat membunuh jasad renik, tetapi hanya menghambat pertumbuhannya. Pada senyawa tertentu yang terdapat pada rempah-rempah, memiliki komponen yang mempunyai sifat bakteriostatik atau fungisid. Komponen kimia mempunyai kecepatan membunuh yang berbeda-beda terhadap jasad renik.
Berdasarkan praktikum kali ini kita juga melekukan pengujiian daya antibiotik dengan menggunakan petridisk. Zat anti biotik dihasilkan oleh mikroorganisme dan zat-zat itu dalam jumlah yang sedikitpun mempunyai dua penghambat kegiatan mikroorganisme yang lain. Menurut Volk (1993) bahwa sebelum antibiotik digunakan untuk keperluan pengobatan, maka terlebih dahulu antibiotik harus diuji efeknya terhadap spesies bakteri tertentu. Pada medium agar yang telah disebari spesies bakteri tertentu  diletakkan beberapa kertas paperdisk yang telah mengandung antibiotik yang akan diuji dalam konsentrasi tertentu.
Zona bening pada cawan petri terbentuk karena berkurangnya jumlah bakteri disekitar paperdisk karena pertumbuhannya terhambat. Jika tidak ada pertumbuhan berarti bakteri E.coli dan S.aureus dalam petridisk telah mati. Kita ketahui bahwa untuk identifikasi suatu bakteri dapat dilihat dari tingkat kekeruhan yang terjadi didalam medium. Menurut Dwidjoseputro (1994) yang menyatakan bahwa untuk mengetahui kekuatan masing-masing desinfektan orang atau praktikan perlu mempunyai suatu ukuran pokok.
VI. KESIMPULAN
Berdasarkan praktikum yang telah dilaksanakan, maka didapatlah  kesimpulan sebagai berikut :
1.   Konsentrasi amoxilin dibawah 1,5 tidak dapat menghambat pertumbuhan E.coli.
2.   Konsentrasi amphialin dibawah 1,5 tidak dapat menghambat pertumbuhan E.coli.
3.   Semakin tinggi konsentrasi suatu antibiotik maka semakin tinggi tingkat penghambatan zat antibiotik terhadap pertumbuhan bakteri.
4.   Penggunaan alkohol pada uji desinfektan tidak berpengaruh pada terbentuknya zona hambat bakteri E.coli dan S.aureus.
5.   Iodine atau betadine lebih efektif dibandig jenis desinfektan lain untuk menghambat pertumbuhan mikroba.




















DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2014. Hitungan Mikroba Cawan. Http://www.Biology-Sains-Microbiology .Blogspot.Com//Html. Diakses Pada Tanggal 25 Oktober 2014.

Dwidjoseputro. 1985. Dasar-Dasar Mikrobiologi. Malang: Djambatan.

Fardiaz, S. 1992. Analisa Mikrobiologi Pangan. Bogor: IPB.

Irianto, K. 2006. Mikrobiologi. Bandung:  Yrama Widya.
Jawetz, M. 2005. Mikrobiologi Kedokteran. Jakarta: Salemba Medika.

Pratiwi, ST. 2008. Mikrobiologi Farmasi. Jakarta: Erlangga.

Suriawiria. 1986. Suriawiria, U. 2005. Mikrobiologi Dasar. Bandung: Angkasa
Volk, Dkk. 1993. Mikrobiologi Dasar. Jakarta: Erlangga.

Waluyo, L. 2004. Mikrobiologi Umum. Malang: UNM.