BAB
I
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Penelitian terhadap sistem reproduksi hewan salah
satunya ialah mengkaji tentang masa estrusnya. Adapaun masa estrus merupakan
masa represifnya si betina terhadap jantan dalam periode tertentu untuk
melakukan perkawinan. Periode ini terjadi secara berulang sehingga dapat
dikatakan sebagai siklus. Siklus ini menggambarkan perubahan kandungan hormon
reproduksi yang deisebabkan oleh aktifitas hormon gonadotropin yang akan
menyebakan perubahan pada penyusuna atau struktur dari saluran reproduksi hewan
tersebut (Campbell, 2008).
Penelitian untuk menetukan siklus estrus sering kali
dilakukan untuk mengetahui kapan hewan tersebut mengalami masa suburnya.
Masa-masa tersebut akan memungkinkan hewan untuk melakukan perkawinan, dan ini
dapat menguntungkan pihak peternak. Pada penelitian menentukan siklus estrus
yang sering dikaji ialah siklus estrus pada Mus
musculus. Siklus ini dapat ditentukan dengan mengamati apusan vagina yang
dikeluarkan Mus musculus batina
dewasa saat memasuki masa estrusnya (Dessi, 2012).
Hewan dewasa memiliki fase seksual yang dikenali
dengan adanya siklus reproduksi. Siklus reproduksi adalah siklus
seksual yang terdapat
pada individu betina
dewasa seksual dan
tidak bunting yang meliputi
perubahan-perubahan siklik pada
organ-organ reproduksi
tertentu seperti ovarium, uterus,
dan vagina dibawah
pengendalian hormon reproduksi.
Reproduksi yang normal melingkupi
penyertaan dan penyesuaian
banyak mekanisme fisiologik (Wicaksono, 2013)
Interval timbulnya
satu periode estrus
ke permulaan periode
estrus ini dikenal sebagai satu siklus
estrus. Interval-interval ini
sering disertai suatu perubahan-perubahan fisiologik di
dalam saluran kelamin
hewan betina. Walaupun setiap
spesies mempunyai ciri
khas dari pola siklus estrus,
namun pada dasarnya sama. Siklus estrus umumnya dibagi menjadi empat periode
yaitu proestrus, estrus, metaestrus, dan diestrus (Taylor, 1994).
Siklus
estrus dari tiap hewan betina dipengaruhi oleh banyak faktor seperti menyusui, produksi susu, kondisi tubuh dan
nutrisi. Siklus estrus merupakan
proses yang dikendalikan
oleh berbagai hormon,
baik hormon dari Hipotalamus-hipofisa maupun dari ovarium. Perkembangan
folikel dipicu oleh hormon FSH dari
kelenjar hipofisa bagian
anterior. Folikel yang
sedang berkembang akan
mengeluarkan esterogen. Estrogen
dapat menambah sintesis dan ekskresi hormon pertumbuhan sehingga dapat
menstimulir pertumbuhan sel-sel dalam tubuh, mempercepat pertambahan bobot
badan, merangsang korteks kelenjar adrenal untuk lebih
banyak meningkatkan metabolisme
protein karena retensi
nitrogen meningkat (Wicaksono,
2013).
Hormon Estrogen pada hewan betina dapat menimbulkan
respon terhadap aktifitasnya seperti, perkembangan sifat seksual sekunder,
perilaku persiapan kawin atau estrus,
mempersiapkan uterus untuk
implantasi dan menyiapkan
perkembangan kelenjar susu. Estrogen juga
mempunyai efek anabolik
pada tulang dan kartilago sehingga
menambah pertumbuhan tulang. Fase estrus dari betina dapat dicirikan dengan
adanya perkembagan pada fase luteal sel epitel dari vagina
akan dikombinasikan oleh
sel parabasal, dan jika
memasuki fase estrus
sel epitel akan berubah menjadi sel superfisial dan sel tanduk yang menandakan
hewan dalam keadaan puncak estrus (Granner, 1990).
Pemeriksaan sitologi vagina pada hewan betina
merupakan sesuatu yang penting dalam mengetahui kapan terjadinya siklus
estrusnya. Perubahan-perubahan yang terjadi merupakan perubahan-perubahan yang
tampak dalam mukosa
vagina dalam siklus
estrus. Teknik pemeriksaan ini
sering digunakan pada
hewan laboratorium kecil.
Hewan laboratorium kecil
yang sering digunakan
yaitu mencit atau
tikus putih. Mencit merupakan hewan poliestrus dan ovulasi
terjadi secara spontan. Durasi siklus estrus mencit 4-6 hari, tahap siklus
estrus dapat dilihat pada perubahan sel epitel vagina atau vulva (Junaidi, 2006).
1.2 Tujuan Praktikum
Praktikum ini bertujuan untuk mengetahui tingkatan
estrus pada Mus musculus.
BAB
II
TINJAUAN
PUSTAKA
Siklus estrus merupakan
sutu siklus reproduksi yang dialami oleh hewan betina yang tidak hamil. Siklus
ini pada primata disebut dengan siklus menstruasi yang mempunyai hubungan erat
dengan perubahan-perubahan pada organ reproduksi. Pada siklus estrus ini
dikenal adanya empat fase yaitu, fase proestrus, estrus, metaestrus, dan
diestrus. Semua fase ini memiliki ciri-ciri tersendiri dan dapat dilihat dengan
membuat apusan vaginanya (Anonim, 2013).
Fase proestrus dapat
diketahui dengan mengamati tanda-tanda yang terjadi, sevara anatomi fase
proestrus akan mengakibatkan perkembangan dari folikel dengan awal sekresi
Estrogen dan sekresi yang lemah dari Progesteron. Pada fase ini terjadi
multipikasi sel epitel yang akan terlihat jelas bila diamati melalui mikroskop
sel-sel epitelnya. Pada saat proestrus, estrogen diproduksi seiring dengan
perkembangan folikel di ovarium.
Karena aktivitas estrogen menyebabkan proliferasi
sel-sel epitel vagina, maka
gambaran ulasan vagina pada fase ini ditandai dengan keberadaan sel-sel
epitel berinti (Kusdiantoro,
2005).
Fase estrus ditandai
dengan adanya perkembangan folikel dengan sekresi yang kuat dari hormon
estrogen, dan sangat sedikit Progesteron. Namun pada fase estrus ini akan diakhiri dengan terjadinya ovulasi atau
pembentukan sel telur pada ovarium. Pada fase ini juga terjadi keratinisasi sel
epithel atau epithel degenerasi. Sel epitel yang mengalami degenerasi ini akan
terjadi pembentukan folikel yang baru untuk persiapan pasca terjadinya ovulasi
(Anonim, 2013).
Fase metaestrus adalah
tingkatan setelah tingkatan setelah estrus setelah pembentukan corpus luteum
dan sekresi progesteron. Pengamatan dapat dilakukan dengan pengamatan dengan
melihat preperat sitologis apusan vagina yang digumakan u tuk mengetahui
tahap-tahap estrus pada mencit, dan praktikum ini merupakan dasar dari
embriologi dan perkembangan hewan lainnya (Sinta, 2014).
Fase diestrus adalah
periode terakhir dari estrus, pada fase ini
corpus luteum berkembang dengan sempurna dan efek yang dihasilkan dari
progesteron yaitu hormon yang dihasilkan dari corpus luteum tampak dengan jelas
pada
dinding uterus serta
folikel-folikel kecil dengan
corpo ralutea pada vagina lebih besar
dari ovulasi sebelumnya (Yuda, 2012).
Sistem reproduksi
betina pada mamalia dibagi menjadi organ eksternal dan internal. Organ
reproduksi eksternal terdiri dari klitoris dan dua pasang labia yang mengelilingi
klitoris dan lubang vagina. Dan organ internal terdiri dari sepasang gonad dan
sistem yang terdiri dari duktus dan ruangan untukn penghantar gamet
danmenampung embrio fetus. Gonad betina berada didalam abdomen dan bertautan
langsung melalui mesentrium ke uterus. Masing-masing ovarium terbungkus dalam
kapsul pelindung yang keras dan mengandung banyak folikel. Sel-sel folikel juga
menghasilkan hormon pada betina yaitu estrogen (Campbell, 2004).
Fase
estrus berasal dari bahasa latin yaitu oestrus
yang berarti “kegilaan” atau “gairah”. Pada fase ini hipotalamus terstimulasi
untuk melepaskan GRH. Pada fase ini ini juga
estrogen berpengaruh penting dalam perubahan prilaku kawin pada mencit,
gonadotropin menstimulasi pertumbuhan folikel yang dipengaruhi follicle
stimulating hormone sehingga terjadi ovulasi. Kandungan FSH ini lebih rendah
jika dibandingkan dengan kandungan luteinizing hormone (LH) maka jika terjadi
coitus dapat dipastikan mencit akan mengalami kehamilan (Wicaksono, 2013)
Fase estrus biasanya
membuat mencit terlihat tidak tenang dan lebih aktif, yaitu dengan cara
terlihat mencari perhatian si pria. Fase
estrus merupakan periode ketika betina reseptif terhadap jantan dan akan
melakukan perkawinan, sehingga mencit jantan akan mendekati mencit betina dan
akan terjadi kopulasi. Pada kedua kasus ini ovulasi terjadi pada suatu
waktu dalam siklus ini setelah endometrium mulai menebal dan teraliri banyak
darah, karena menyiapkan uterus untuk kemungkinan implantsi embrio. Satu
perbedaan antara kedua siklus itu melibatkan nasib kedua lapisan uterus jika
kehamilan tidak terjadi. Pada siklus mnestruasi endometrium akan meluruh dari
uterus melalui serviks dan vagina dalam pendarahan yang disebut sebagai
menstruasi (Campbell, 2004).
Pendarahan pada mamalia
kecil atau non primata yang keluar atau dapat pula disebut dengan external bleeding, dapat terjadi namun
dalam hanya sedikit atau tidak sebanyak pada primata dan manusia. Pendarahan
yang terjadi ini sering disalah artikan
sebagai menstruasi. Padahal faktor-faktor yang mempengaruhi hal ini berbeda
dengan yang terjadi pada mamalia oleh karena itu pendarahan pada hewan mamalia
ini disebut pula pseudomenstruasi. Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya
psedeumenstruasi yaitu titer estrogen yang bersifat anabolik bukan dikarenakan
adanya penurunan jumlah progesteron seperti pada primata. Sejalan dengan
pertumbuhan folikel yang sangat cepat, terjadi pengeluaran sel-sel darah yang
menembus dinding pembuluh darah atau disebut juga diapedesis (Campbell, 2008).
Menstruasi dan
psedeumenstruasi memilki beberapa perbedaan berupa perubahan perilaku, external
bleeding yang terjadi, dan pada waktu
perkawinan. Pada siklus estrus terlihat adanya perubahan perilaku pada setiap
tahapannya namun pada siklus menstruasi perubahan perilaku tidak terlalu
terlihat. Pada saat External Bleeding,
atau disebut juga dengan pendarahan keluar. Pada siklus menstruasi pendarahan
keluar terjadi akibat adanya arteri spiral yang mengalami konstriksi bersamaan
dengan luruhnya endometrium bagian (pars) fungsionalis. Pars basalis tidak
meluruh dan permukaannya yang berbatasan pars fungsionalis akan diperbaiki pada
fase reparasi, sehingga pars fungsionalis beserta arteri spiral akan utuh
kembali (Yuda, 2012).
Fase estrus tidak
mengalami pendarahan keluar karena tidak adanya arteri spiral jadi yang terjadi
adalah adanya perobakan endometrium dan sel-sel yang sudah tidak dibutuhkan
akan dimakan oleh sel-sel darah putih pada tubuhnya sendiri. Peluruhan sel
endometrium ini disebabkan karena adanya pengurangan jumlah hormon progesteron
yang dihasilkan oleh korpus leteum. Pada hewan non primata yang mengalami
siklus estrus perkawinan hanya terjadi pada fase estrus saja sedangkan pada
primata dan manusia yang mengalami siklus menstruasi perkawinan dapat terjadi
kapan saja (Campbell, 2004).
Estrus pada beberapa
hewan dapat berbeda-beda tergantung jenisnya. Pada hewan seperti mencit ia
mengalaminya selama 4-5 hari. Pada sapi anjing dll mengalaminya selama 21 hari.
Lama estrus pada kuda rata-rata adalah enam hari dengan masa metestrus 2-3
hari, diestrus sekitar 15 hari dan proestrus 2-3 hari. Ovulasi biasanya terjadi
secara spontan menjelang hari terakhir estrus. Kuda dengan lama estrus 1-3 hari
hendaknya dikawinkan pada hari pertama setelah terlihat gejala estrus (Frandson,
1992).
BAB
III
METODOLOGI
PRAKTIKUM
3.1.
Waktu dan Tempat
Praktikum ini dilaksanakan pada hari Jum’at, 8
September 2014 pada pukul 13.00 sampai dengan
WIB. Bertempat di Laboratorium Zoologi, Jurusan Biologi, Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Sriwijaya, Indralaya.
3.2.
Alat dan Bahan
Alat yang digunakan pada praktikum ini adalah cotton bud, jarum pentul, kaca objek, kapas, dan pipet tetes. Sedangkan bahan yang digunakan adalah Mus muculus betina dewasa dan pewarna
metilen blue.
3.3.
Cara Kerja
Dipegang
tikus atu mencit dengan bagian ventral menghadap ke kita, kemudian diusap vagina mencit memakai ujung korek api yang telah
dibalut dengan kapas dan dibasahi. Dioleskan pada permukaan objek gelas. Ditunggu sampai kering, lalu diteteskan zat warna, ditunggu 3-5 menit. Dicuci dengan aquadest perlahan-lahan, dibiarkan sampai kering. Diamati dibawah mikroskop, ditentukan siklus estrus yang didapatkan lalu digambar.
LAPORAN
PRAKTIKUM
STRUKTUR PERKEMBANGAN HEWAN II
MENENTUKAN
SIKLUS ESTRUS DENGAN APUSAN VAGINA
OLEH:
NAMA :
ISNAINI FAUZIYAH
NIM :
08041181320022
KELOMPOK :
TUJUH
ASISTEN :
RAHMAT PRATAMA
LABORATORIUM ZOOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
INDRALAYA
2014
Siklus estrus dari tiap hewan betina dipengaruhi oleh banyak faktor seperti menyusui, produksi susu, kondisi tubuh dan nutrisi. Siklus estrus merupakan proses yang dikendalikan oleh berbagai hormon, baik hormon dari Hipotalamus-hipofisa maupun dari ovarium. Perkembangan folikel dipicu oleh hormon FSH dari kelenjar hipofisa bagian anterior. Folikel yang sedang berkembang akan mengeluarkan esterogen. Estrogen dapat menambah sintesis dan ekskresi hormon pertumbuhan sehingga dapat menstimulir pertumbuhan sel-sel dalam tubuh, mempercepat pertambahan bobot badan, merangsang korteks kelenjar adrenal untuk lebih banyak meningkatkan metabolisme protein karena retensi nitrogen meningkat (Wicaksono, 2013).
corpus luteum berkembang dengan sempurna dan efek yang dihasilkan dari
progesteron yaitu hormon yang dihasilkan dari corpus luteum tampak dengan jelas pada
dinding uterus serta folikel-folikel kecil dengan corpo ralutea pada vagina lebih besar
Tambahkan Komentar