BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 HASIL
No
|
Gambar
|
Keterangan
|
1.
|
|
Siklus Estrus,
tahapan-tahapannya
i.
Proestrus
ii.
Estrus
iii.
Metaestrus
iv.
diestrus
1. Leukosit
2. Intisel
3. Sel epitel menanduk
|
2.
|
|
Hasil yang
didapat
Siklus Estrus
1. Intisel tidak ada
2. Sel epitel menanduk
3. Terjadi pembesaran ukuran sel epitel
|
4.2 PEMBAHASAN
Praktikum
menentukan siklus estrus dengan apusan vagina yang telah kami lakukan dapatkan
hasil bahwa mencit betina dewasa yang kami teliti sedang memasuki siklus estrus. Ini dikarenakan pada preparat apusan tidak
terlihat adanya keberadaan inti sel, sel terlihat agak besar dari ukuran
normal, dan sel epitel terlihat agak menanduk. Menurut Muliani (2013), siklus
estrus ditamdai bentuk sel darah putih tersebut juga berukuran besar sehingga diperkirakan bahwa sel tersebut sedang menanduk, selain itu inti selnya tidak terlihat. Dapat
dipastikan bahwa mencit betinasedang dalam fase estrus. Namun, pada perparat kami agak kurang terlihat bentuk
selnya mungkin karena kesalahan salah mengoleskan apusan pada kaca preparat
sehingga sel menumpuk.
Estrus pada
hewan betina kecuali primata terdiri dari Fase proestrus yang ditandai dengan sel epitelnya bulat dan berinti. Fase ini dimulai dengan regresi corpus luteum dan berhentinya
progesteron dan memperluas untuk memulai estrus. Pada fase ini terjadi
pertumbuhan folikel yang sangat cepat. Akhir periode ini adalah efek estrogen
pada sistem saluran dan gejala perilaku perkembangan estrus yang dapat diamati.
Menurut Shearer (2008), fase proestrus berlangsung sekitar 2-3 hari dan
dicirikan dengan pertumbuhan folikel dan produksi estrogen. Kelenjar cervix dan
vagina dirangsang untuk meningkatkan aktifitas sekretori membangun muatan
vagina yang tebal.. Karakteristik sel pada saat proestrus yaitu bentuk sel
epitel bulat dan berinti, leukosit tidak ada atau sedikit.
Fase Estrus dicirikan dengan sel epitelnya tidak berinti (kornifikasi), terlihat membesar, dan terlihat sel
epitel menanduk. Fase ini juga ditandai dengan masa keinginan kawin dengan keadaaan tikus tidak tenang, keluar
lendir dari dalam vulva. Menurut Muliani (2013), bentuk sel darah putih tersebut juga berukuran besar sehingga diperkirakan bahwa sel tersebut sedangmenanduk, selain itu, inti selnya tidak
terlihat. Dapat dipastikan bahwa mencit betina sedang dalam fase estrus.
Fase Metaestrus dapat dicirikan dengan sel kornifikasi banyak dan terdapat leukosit dengan hanya satu inti pada satu sel
saja. Fase ini ditandai juga dengan terhentinya birahi, ovulasi terjadi dengan pecahnya
folikel, rongga folikel secara berangsur-ansur mengecil,dan pengeluaran lendir
terhenti. Selain itu terjadi penurunan pada ukuran dan vaskularitas. Menurut Nongae (2008), metaestrus
dicirikan dengan Sel epitel
menanduk sedikit dan terdapat leukosit
dan diawali dengan
penghentian fase estrus Umumnya pada fase ini merupakan fase terbentuknya
corpus luteum sehingga ovulasi terjadi selama fase ini. Selain itu pada fase
ini juga terjadi peristiwa dikenal sebagai metestrus bleeding.
Fase diestrus dapat dicirikan dengan jumlah
leukosit yang banyak, terdapat inti sel pada epitel.
Ciri khas dari fase ini adalah terdapat mucus atau lendir. Menurut Shearer (2008), pada fase ini corpus
luteum bekerja secara optimal terpanjang di dalam siklus estrus. Terjadinya
kehamilan atau tidak, CL akan berkembang dengan sendirinya menjadi organ yang
fungsional yang menhasilkan sejumlah progesterone. Jika telur yang dibuahi
mencapai uterus, maka CL akan dijaga dari kehamilan. Jika telur yang tidak
dibuahi sampai ke uterus maka CL akan berfungsi hanya beberapa hari setelah itu
maka CL akan meluruh dan akan masuk siklus estrus yang baru.
Siklus estrus dan siklus menstruasi
memiliki perbedaan. Siklus menstruasi terjadi pada primata yang ditandai dengan
keluarnya darah dari rahim karena sel telur yang tidak dibuahi oleh sperma.
Sedangkan siklus estrus terjadi pada hewan betina kecuali primata yang ditandai
dengan perubahan prilaku dan hormon yang hewan betina keluarkan untuk menarik
si jantan. Menurut Niam (2005), Siklus estrus hanya terjadi pada nonprimata saja dan terjadi perubahan secara fisiologi maupun morfologi pada organ seksual dan tingkah laku serta pseudomenstruation pada nonprimata. Sedangkan untuk siklus menstruasi hanya terjadi pada primata dengan bentuk
peluruhan sel telur. Terjadi perubahan fisiologi dan morfologi sama dengan yang
terjadi pada siklus estrus.
Siklus berahi (estrus) tikus betina timbul setelah mencapai masa pubertas. Menurut Muliani (2013), siklus ini
akan berulang secara periodik dengan jarak waktu antara 4-6 hari, kecuali bila
tikus tersebut dalam keadaan bunting. Pubertas timbul ketika bobot badannya
mencapai kurang lebih setengah dari bobot badan tikus dewasa, dan keadaan ini
dicapai pada umur 50-70 hari. Pada umur 28-29 hari, mulai terjadi pembukaan
vagina dan berahi pertama timbul setelah 1-2 hari mulainya pembukaan vagina
tersebut.
BAB V
KESIMPULAN
Berdasarkan
praktikum
yang telah dilaksanakan didapatkan kesimpulan sebagai berikut:
1.
Fase
proestrus dicirikan dengan
sel epitelnya yang berbentuk bulat dan berinti.
2.
Fase Estrus dicirikan dengan sel epitelnya tidak berinti, selnya terlihat membesar, dan terlihat sel epitel menanduk.
3.
Fase Metaestrus dapat dicirikan dengan sel kornifikasi banyak dan terdapat leukosit,dan
ada inti selnya.
4.
Fase diestrus dicirikan dengan jumlah leukosit yang banyak, terdapat inti sel pada epitel, dan terdapat lendir.
5.
Siklus
menstruasi hanya terjadi pada primata dengan bentuk peluruhan sel telur. Sedangkan siklus estrus terjadi pada non
primata dan terjadi
perubahan secara fisiologi maupun morfologi pada organ seksual dan tingkah laku.
DAFTAR PUSTAKA
Campbell. 2004. Biologi.
Jakarta: Erlangga.
Machmudin, D., dkk. 2009. Embriologi
Hewan. Bandung: FMIPA-UPI.
Nongae.
2008. Estrus Cycle. http://nongae.gsnu.ac.kr/~cspark/teaching/chap5.html.
Tanggal akses 10 september 2014.
Shearer,
J. K. 2008. Reproductive Anatomy and Physiology of Dairy Cattle.
Florida: University Of Florida.
Slamet. 2000. Perkembangan Hewan.
Universitas
Sriwijaya: Fakultas Keguruan dan Ilmu
Pendidikan.
Pendidikan.
Sukra. 1999. Reproduksi Hewan. Jakarta:
Bridge of Science.
Toelihere, M. R. 1979. Fisiologi Reproduksi pada
Ternak. Bandung: Angkasa.
Tambahkan Komentar