BAB
1
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Platyhelminthes berasal dari bahasa yunani yaitu, platy=pipih, helminthes= cacing atau
cacing pipih adalah kelompok hewan yang struktur tubuhnya sudah lebih maju
dibandingkan dengan Porifera dan Coelenterata. Tubuh Platyhelminthes memiliki
tiga lapisan sel atau triploblastik yang terdiri atas ekstoderm, mesoderm, dan
endoderm. Platyhelminthes tidak memiliki rongga tubuh atau selom sehingga
disebut hewan aselomata. Sistem pencernaan terdiri dari mulut, faring, dan usus
(tanpa anus). Usus bercabang-cabang ke seluruh tubuhnya (Hala, 2007).
Tubuh Platyhelminthes
tertutup epidermis dan di bagian ventral mengandung cilia yang berfungsi untuk
merayap. Pada lapisan epidermis terdapat banyak sel kelenjar dan
batang–batang kecil yang disebut rhabdoid. Sel kelenjar menghasilkan lender
untuk melekat, membungkus mangsa, dan sebagai jejak lender pada waktu merayap.
Sel kelenjar acap kali juga terdapat di dalam mesenkhim (parenkim), dan
mempunyai saluran kecil menembus epidermis. Di bawah epidermis terdapat
serabut–serabut otot melingkar, longitudinal, diagonal, dan dorso ventral
(Suwigyo, 2005).
Platyhelminthes adalah
sekelompok organisme yang tubuhnya pipih, bersifat tripoblastik, tidak
berselom. Pada umumnya spesies dari platyhelminthes adalah parasit pada hewan.
Ektoderm adalah tipis yang dilapisi oleh kutikula yang berfungsi melindungi
jaringan di bawahnya dari cairan hospes. Sistem ekskresi hanya saluran utama
yang mempunyai lubang pembuangan keluar tidak memiliki sistem sirkulasi, maka
bahan makanan itu di edarkan oleh pencernaan itu sendiri. Alat reproduksi jantan
dan betina terdapat pada tiap–tiap hewan dewasa. Alat jantan terdiri atas
sepasang testis, dua pembuluh vasa deferensia, kantung vesiculum seminalis,
saluran ejakulasiyang berakhir pada alat kopulasi dan penis (Tim Dosen, 2013).
Cacing ini tidak
mempunyai anus dan alat ekskresinya berupa sel api. Cacing ini bersifat
hemaprodit, berkembang biak dengan cara pembuahan sendiri atau silang, pada
bagian depan terdapat mulut meruncing yang dikelilingi oleh alat pengisap, dan
ada sebuah alat pengisap yang terdapat di sebelah ventral sedikit di belakang
mulut, juga terdapat alat kelamin. Bagian tubuhnya ditutupi oleh sisik kecil
dari kutikula sebagai pelindung tubuhnya dan membantu saat bergerak (Suwigyo,
2005).
Morfologi
Cacing jantan berukuran sekitar 10 sampai 30 cm, sedangkan betina sekitar 22
sampai 35 cm. Pada cacing jantan ditemukan spikula atau bagian seperti untaian
rambut di ujung ekornya (posterior). Pada cacing betina, sepertiga depan terdapat bagian yang disebut
cincin atau gelang kopulasi. Cacing dewasa hidup pada usus manusia. Parasit ini
juga memiliki khas bercabang organ reproduksi. Hati Fasciola juga memiliki pengisap oral yang digunakan untuk secara
efektif jangkar parasit dalam memotong empedu (Hala, 2007).
Kebanyakan
filum Platyhelminthes hidup sebagai parasit, maka umumnya merugikan manusia,
baik langsung sebagai parasit pada tubuh manusia maupun parasit pada binatang
peliharaan. Usaha-usaha untuk mencegah infeksi pada manusia atau binatang
peliharaan biasanya dengan memutuskan siklus hidupnya baik mencegah jangan
sampai terjadi infeksi pada hospes perantara maupun pada hospes tetapnya
sendiri. Oleh karena hal tersebut, maka perlu dilakukan penanggulangan terhadap
penyebarannya. Misalnya untuk Taenia terjadinya hexacant tertelan ternak
tidak diberi kemungkinan dengan memasak daging harus matang (Jasin, 1992).
Umumnya
cacing jarang menimbulkan penyakit serius, tetapi dapat menyebabkan gangguan
kesehatan kronis yang secara ekonomis dapat merugikan, ternak penderita akan
mengalami hambatan pertumbahan berat badan karena cacing menyerap sebagian zat
makanan untuk pertumbuhan, cacing merusak jaringan-jaringan organ vital seperti
saluran pencernaan, hati, paru-paru dan darah serta dapat mengurangi nafsu
makan ternak. Bahkan pada tingkat penyerangan akut dapat menyebabkan
penyakit kronis yang berakibat kematian (Murtidjo, 2000).
1.2
Tujuan Praktikum
Praktikum
ini bertujuan untuk mengamati dan mengenal morfologi beberapa spesies anggota
filum Platyhelminthes.
BAB
II
TINJAUAN
PUSTAKA
Platyhelminthes
adalah cacing daun yang umumnya bertubuh pipih. Beberapa ahli menganggap Nemertia, yaitu satu kelas yang
tergabung dalam Platyhelminthes sebagai filum tersendiri yaitu Nemertia. Cacing daun bersifat
triploblastik, tetapi tidak berselom. Ruang digesti berupa ruang gastrovaskular
yang tidak lengkap. Cacing pita tidak mempunyai saluran digesti. Walaupun
hewan-hewan itu bersifat simetri bilateral, namun mereka mempunyai sistem
ekstretorius, saraf, dan reproduksi yang sempurna (Brotowidjojo, 1989).
Platyhelminthes
dapat dibagi atas beberapa kelas yaitu kelas Tubellari, contoh organisme dari kelas ini adalah cacing-cacing Planaria yang hidup di air tawar, Bipalium dan Geoplana yang hidup pada tanah, berikutnya kelas Trematoda yang merupakan hewan yang
parasit, tidak mempunyai mata kecuali pada larvanya, tidak bercilia kecuali
pada larvanya, mempunyai kutikula mulut disebelah anterior, faring tidak
berotot, tidak ada anus usus berbentuk garpu, mempunyai pengisap, hermaprodit,
mempunyai kelenjar kuning contohnya Fasiola hepatica (Hala, 2007).
Kelas Turbellaria memiliki anggota salah satu contohnya dari kelas ini
yaitu Planaria sp. Hidupnya bebas di perairan air tawar yang
jernih dan tidak mengalir, biasanya terlindung di tempat-tempat teduh (di balik
batu-batuan, di bawah daun yang jatuh). Tubuhnya pipih dorsoventral,
bagian kepala berbentuk segitiga dengan tonjolan seperti dua keeping yang
treletak di sisi lateral yang disebut aurikel, dimana bagian ekor
meruncing (Rusnayah, 2011).
Kelas Cestoda, merupakan hewan hermaprodit,
tidak mempunyai alat pencernaan makanan, merupakan endoparasit pada hewan
vetebrata, Mempunyai saraf pada bagian kedua sisi tubuhnya yang berhubungan
dengan kepala. Mempunyai saluran ekskresi yang diperlengkapi dengan protonefrida. Tiap progtida mengandung
organ-organ alat jantan dan betina yang lengkap. Telur–telurnya di kumpulkan
pada uterus (Hala, 2007)
Sistem pencernaan pada Platyhelminthes
belum sempurna, cacing ini telah memiliki mulut tapi tidak memiliki anus, hewan
ini memiliki rongga gastrovaskuler yang merupakan saluran pencernaan yang
bercabang–cabang yang berperan sebagai usus. Sistem saraf memiliki dua ganglion
pada ujung ventral tubuh. Pada ujung ventral tubuh keluar satu pasang saraf
longitudinal menuju ke bagian tubuh posterior (Oman, 2006).
Sebagian
dari anggota filum Platyhelminthes contohnya anggota dari spesies cacing daun
biasanya hidup secara parasitis pada manusia dan hewan. Planaria hidup dalam air tawar dan ia menjadi pendeteksi suatu
daerah masih asri atau sudah tercemar. Cacing hati dan cacing pita bersiklus
hidup majemuk dan menyangkut pada beberapa inang sementara. Cacing-cacing Nemertian hidup mandiri di laut dan
terkenal sebagai cacing ikat pinggang (Brotowidjojo,
1989).
F.
gigantica merupakan parasit (cacing) yang bentuknya
pipih seperti daun dan habitat utamanya di dalam hati, sehingga dikenal dengan
nama cacing hati. Keadaan alam Indonesia dengan curah hujan dan kelembaban yang
tinggi, dan ditunjang pula oleh sifatnya yang hemaprodit yakni
berkelamin jantan dan betina akan mempercepat perkembangbiakan cacing hati
tersebut. Untuk menanggulangi dan mencegah berkembangnya penyakit fasciolois
umumnya dilakukan dengan cara pemberian obat secara teratur dan terjadwal,
serta perlunya kebersihan lingkungan (Arifin, 2006).
Plathyhelminthes
memiliki ukuran Tubuh berkisar antara 8-13 mm dengan bentuk khas dimana tubuhnya
pipih (seperti daun) dengan susunan tubuh yang triboplastik. Lapisan Endokterm
(tipis, mengandung sisik kitin) dan sel-sel tunggal kelenjar, dilapisi kutikula
yang berfungsi melindungi jaringan. Lapisan endoderm (melapisi saluran
pencernaan). Lapisan Mesoderm (merupakan jaringan yang membentuk otot, alat
ekskresi, saluran reproduksi). Disamping itu terdapat jaringan parenkim yang
mengisi rongga antara dinding tubuh dengan saluran pencernaan (Rusyana, 2011).
Tubuh cacing memiliki
beberapa lubang muara keluar berbagai alat atau organ dalam tubuh.
Lubang-lubang tersebut ialah mulut berbentuk bulan sabit, terletak di medio ventral segmen pertama, anus
terletak pada segmen terakhir, lubang muara keluar oviduk, terletak pada segmen
ke-14, lubang bermuara keluar reseptaculum seminalis berupa dua pasang pori
terletak di antara segmen ke-9 dan ke-10, dan di antara segmen ke-10 dan ke-11 reseptaculum seminalis (Lahay, 2006).
Platyhelminthes tidak
memiliki rongga tubuh atau selom sehingga disebut hewan aselomata. Sistem
pencernaan terdiri dari mulut, faring, dan usus (tanpa anus). Usus
bercabang-cabang ke seluruh tubuhnya. Platyhelminthes tidak memiliki sistem
peredaran darah (sirkulasi). Platyhelminthes juga tidak memiliki sistem
respirasi dan eksresi. Pernapasan dilakukan secara difusi oleh seluruh sel
tubuhnya. Proses ini terjadi karena tubuhnya yang pipih (Arifin, 2006).
Reseptaculum
seminalis ialah tempat penyimpan sperma. Pori ini tidak tidak
mudah terlihat. Pori dorsalis merupakan lubang muara keluar coelom, pori ini
terletak di medio-dorsal pada tepi
anterior pada tiap segmen, segmen ke-8 atau ke-9, sampai ujung posterior tubuh;
sepasang nephridiopor, merupakan lubang muara keluar dan saluran ekskresi dan
terletak pada tiap segmen, kecuali segmen terakhir dan 3 segmen pertama (Lahay,
2006).
Siklus hidup dari
Platyhelminthes dimulai dari telur akan menetas dan mengeluarkan mirasidium
bila termakan hospes perantara I keong air. Dalam keong air akan berturut-turut
berkembang menjadi sporokista redia I, redia II, dan serkaria. Serkaria keluar
dari keong air dan mencari hospes perantara II (famili Cyprinidae). Serkaria menembus hospes
perantara dua dan melepaskan ekornya. Dalam tubuh hospes perantara II serkaria
membentuk kista yang disebut metaserkaria (bentuk infektif). Dalam duodenum metaserkaria pecah kemudian
mengeluarkan larva dan kemudian masuk kedalam saluran empedu.Setelah satu bulan
didalam saluran empedu, larva berkembang menjadi dewasa (Makimian, 1996).
Perubahan
patologi terutama terjadi pada sel epitel saluran empedu. Pengaruhnya terutama
bergantung pada jumlah cacing dan lamanya menginfeksi, untungnya jumlah cacing
yang menginfeksi biasanya sedikit. Pada daerah endemik jumlah cacing yang
pernah ditemukan sekitar 20-200 ekor cacing. Infeksi kronis pada saluran empedu
menyebabkan terjadinya penebalan epitel empedu sehingga dapat menyumbat saluran
empedu. Pembentukan kantong-kantong pada saluran empedu dalam hati dan jaringan
parenkim hati dapat merusak sel sekitarnya (Safar, 2009).
BAB 3
METODOLOGI PRAKTIKUM
3.1 Waktu
dan Tempat
Praktikum ini
dilaksanakan pada hari Rabu, 18 Februari 2015 pada pukul 08.00-10.00 WIB,
bertempat di Laboratorium Zoologi Jurusan Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam, Universitas Sriwijaya, Inderalaya.
3.2 Alat
dan Bahan
Alat yang digunakan
pada praktikum ini adalah bak preparat, kaca pembesar, dan pinset.
Sedangkan bahan yang digunakan adalah hati sapi dan minuman bersoda.
3.3 Cara
Kerja
Diamati cacing yang
diperoleh dari sample hati sapi, dan hati babi. Lalu dibedakan bagian-bagian tubuhnya
secara morfologi lalu hasil digambar dan diberi keterangan dan ditulis
klasifikasi dan spesiesnya.
BAB
4
HASIL
4.1.
Taenia solium
Klasifikasi:
Filum : Platyhelminthes
Klas : Cestoda
Genus : Taenia
Spesies:
Taenia solium
Keterangan:
1. Rostellum
2. Scolex
3. Hook
4. Sucker
5. Neck
6. Immature
proglottid
Deskripsi:
Taenia
solium adalah kerabat dekat Taenia saginata yang memiliki siklus hidup hampir sama, namun
inang perantaranya adalah babi. Manusia terinfeksi dengan memakan daging babi
berisi kista Taenia solium. Cacing
ini sedikit lebih kecil dari Taenia
saginata (3-4 m panjangnya), tetapi lebih berbahaya. Berbeda
dengan Taenia saginata yang
hanya membentuk kista di daging sapi,
Taenia solium juga
mengembangkan kista di tubuh manusia yang menelan telurnya. Kista tersebut
dapat terbentuk di mata, otak atau otot sehingga menyebabkan masalah serius (Arifin,
2006).
4.2.
Euplanaria sp
Klasifikasi:
Filum : Platyhelminthes
Klas : Turbellaria
Genus : Euplanaria
Spesies:
Euplanaria sp
Keterangan:
1. Ovary
2. Yolk
gland
3. Testis
4. Pharink
5. Penis
6. Sperm
7. Seminal
reseptaculum
8. Genital
pore
Deskripsi:
Planaria
tubuhnya pipih, lonjong dan lunak dengan panjang tubuh kira-kira antara 5-25
mm. Bagian anterior (kepala) berbentuk segitiga tumpul, berpigmen gelap kearah
belakang, mempunyai 2 titik mata di mid dorsal. Titik mata hanya berfungsi
untuk membedakan intensitas cahaya dan belum merupakan alat penglihat yang
dapat menghasilkan bayangan. Lubang mulut berada di ventral tubuh agak kearah
ekor, berhubungan dengan pharink (proboscis) berbentuk tubuler dengan 7
atau 8 dinding berotot, dapat ditarik dan dijulurkan untuk menangkap makanan.
Di bagian kepala, yaitu bagian samping kanan dan kiri terdapat tonjolan menyerupai
telinga disebut aurikel (Jasin, 1992).
BAB
5
KESIMPULAN
Berdasarkan praktikum
yang telah dilakukan didapatkan kesimpulan sebgai berikut:
1. Bagian
tubuh Taenia solium terdiri atas
kepala atau skoleks, leher
dan strobila.
2. Strobila
pada Taenia solium terdiri atas
rangkaian proglotid yang belum dewasa, proglotid yang dewasa dan proglotid yang
mengandung telur.
3. Habitat semua
cacing pita endoparasitic dan hampir semua cacing dewasa hidup dalam saluran
pencernaan vertebrata.
4. Titik
mata pada Euplanaria sp hanya
berfungsi untuk membedakan intensitas cahaya.
5. Taenia solium
akan mengembangkan kista di tubuh manusia terinfeksi yang telah menelan
telurnya.
Tambahkan Komentar